Jumat, 29 Juni 2012

Deteksi dan Pengukuran Radiasi

Deteksi dan Pengukuran Radiasi



Tujuan Instruksional

Setelah mengikuti materi ini peserta diharapkan mampu menguraikan prinsip kerja detektor yang digunakan dalam sistem pencacah radiasi.
Secara khusus setiap peserta akan mampu untuk:
1.   menguraikan fungsi detektor dan peralatan penunjang dalam sistem pencacah radiasi;
2.   menguraikan dua mekanisme pendeteksian radiasi yang sering digunakan;
3.   menguraikan prinsip kerja detektor isian gas, sintilasi dan semikonduktor;
4.   membedakan fungsi alat ukur radiasi;
5.   menyebutkan contoh alat ukur radiasi yabg digunakan di bidang proteksi radiasi;
6.   menyebutkan contoh aplikasi sistem pencacah radiasi.



Deteksi dan Pengukuran Radiasi



Secara definisi, radiasi merupakan salah satu cara perambatan energi dari suatu sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Salah satu bentuk energi yang dipancarkan secara radiasi adalah energi nuklir. Radiasi ini memiliki dua sifat yang khas, yaitu tidak dapat dirasakan secara langsung oleh panca indra manusia dan beberapa jenis radiasi dapat menembus berbagai jenis bahan.
Sebagaimana sifatnya yang tidak dapat dirasakan sama sekali oleh panca indera manusia, maka untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir diperlukan suatu alat, yaitu pengukur radiasi yang merupakan suatu susunan peralatan untuk mendeteksi dan mengukur radiasi baik kuantitas, energi, atau dosisnya.

§  Kuantitas radiasi

Kuantitas radiasi adalah jumlah radiasi per satuan waktu per satuan luas, pada suatu titik pengukuran. Kuantitas radiasi ini berbanding lurus dengan aktivitas sumber radiasi dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r) antara sumber dan sistem pengukur.
Gambar 1: hubungan antara aktivitas dan kuantitas
Gambar 1 menunjukkan bahwa jumlah radiasi yang mencapai titik pengukuran (kuantitas radiasi) merupakan sebagian dari radiasi yang dipancarkan oleh sumber.

§  Energi radiasi (E)

Energi radiasi merupakan ‘kekuatan’ dari setiap radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Bila sumber radiasinya berupa radionuklida maka tingkat atau nilai energi radiasi yang dipancarkan tergantung pada jenis radionuklidanya. Kalau sumber radiasinya berupa pesawat sinar-X, maka energi radiasinya bergantung kepada tegangan anoda (kV). Tabel 1 menunjukkan contoh energi radiasi yang dipancarkan oleh beberapa radionuklida.
Tabel 1: probabilitas dan energi beberapa jenis isotop
Jenis radionuklida
Energi
Probabilitas
Cd-109
Cs-137
Co-60
88 keV
662keV
1173 keV dan 1332 keV
3,70%
85%
99% dan 100%

§  Dosis radiasi

Dosis radiasi menggambarkan tingkat perubahan atau kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh radiasi. Nilai dosis ini sangat ditentukan oleh kuantitas  radiasi, jenis radiasi dan jenis bahan penyerap. Dalam proteksi radiasi pengertian dosis adalah jumlah radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima oleh materi.


Penggunaan Alat Ukur Radiasi

Penggunaan alat ukur radiasi dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu untuk kegiatan proteksi radiasi dan untuk kegiatan aplikasi/penelitian radiasi nuklir. Alat ukur radiasi yang digunakan untuk kegiatan proteksi radiasi harus dapat menunjukkan nilai dosis radiasi yang mengenai alat tersebut. Sedangkan alat ukur yang digunakan di bidang aplikasi radiasi dan penelitian biasanya ditekankan untuk dapat menampilkan nilai kuantitas radiasi atau spektrum energi radiasi yang memasukinya.
Setiap alat ukur radiasi terdiri atas dua bagian utama yaitu detektor dan peralatan penunjang. Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang jadi bila dikenai radiasi akan menghasilkan suatu tanggapan (response) tertentu yang lebih mudah diamati sedangkan peralatan penunjang, biasanya merupakan peralatan elektronik, berfungsi untuk mengubah tanggapan detektor tersebut menjadi suatu informasi yang dapat diamati oleh panca indera manusia atau dapat diolah lebih lanjut menjadi informasi yang berarti. Gambar 2. menunjukkan bagian utama deteksi radiasi.
Gambar 2: konstruksi alat ukur radiasi

Mekanisme Pendeteksian Radiasi

Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang terjadi di dalam medium karena adanya  penyerapan energi radiasi oleh medium tersebut. Sebenarnya terdapat banyak mekanisme atau interaksi yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering dimanfaatkan untuk mendeteksi atau mengukur radiasi adalah proses ionisasi dan proses sintilasi.

§  Proses ionisasi

Ionisasi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari ikatannya di dalam atom.  Peristiwa  ini  dapat  terjadi  secara langsung oleh radiasi alpha atau beta dan secara tidak langsung oleh radiasi sinar-X, gamma dan neutron.
Gambar 3: peristiwa terlepasnya elektron ketika dikenai radiasi (ionisasi langsung)

Jumlah pasangan ion, elektron yang bermuatan negatif dan sisa atomnya yang bermuatan positif sebanding dengan jumlah energi yang terserap.

N adalah jumlah pasangan ion, E adalah energi radiasi yang terserap dan w adalah daya ionisasi bahan penyerap, yaitu energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah proses ionisasi.
Jadi dalam proses ionisasi ini, energi radiasi diubah menjadi pelepasan sejumlah elektron (energi listrik). Bila diberi medan listrik maka elektron yang dihasilkan dalam peristiwa ionisasi tersebut akan bergerak menuju ke kutub positif. Pergerakan elektron-elektron tersebut dapat menginduksikan arus atau tegangan listrik yang dapat diukur oleh peralatan penunjang misalnya Amperemeter ataupun Voltmeter. Semakin banyak radiasi yang mengenai bahan penyerap atau semakin besar energi radiasinya maka akan dihasilkan arus atau tegangan listrik yang semakin besar pula.

§  Proses Sintilasi

Proses sintilasi adalah terpencarnya sinar tampak ketika terjadi transisi elektron dari tingkat energi (orbit) yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah di dalam bahan penyerap. Dalam proses ini, sebenarnya, yang dipancarkan adalah radiasi sinar-X tetapi karena bahan penyerapnya (detektor) dicampuri dengan unsur aktivator, yang berfungsi sebagai penggeser panjang gelombang, maka radiasi yang dipancarkannya berupa sinar tampak.
Proses sintilasi ini akan terjadi bila terdapat kekosongan elektron pada orbit yang lebih dalam. Kekosongan elektron tersebut dapat disebabkan karena lepasnya elektron dari ikatannya (proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke lintasan yang lebih tinggi bila dikenai radiasi (proses eksitasi). Jadi dalam proses sintilasi ini, energi radiasi diubah menjadi pancaran cahaya tampak. Semakin besar energi radiasi yang diserap maka semakin banyak kekosongan elektron di orbit sebelah dalam sehingga semakin banyak percikan cahayanya.
Gambar 4: proses sintilasi penyerapan energi radiasi (kiri) dan pemancaran cahaya (kanan)

Cara Pengukuran Radiasi

Terdapat dua cara pengukuran radiasi yaitu cara pulsa (pulse mode) dan cara arus (current mode).

§  Cara pulsa

Setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan dikonversikan menjadi sebuah pulsa listrik. Bila kuantitas radiasi yang mengenai alat ukur semakin tinggi maka jumlah pulsa listrik yang dihasilkannya semakin banyak. Sedang energi dari setiap radiasi yang masuk sebanding dengan tinggi pulsa yang dihasilkan. Jadi semakin besar energinya semakin tinggi pulsanya. Tinggi pulsa yang dihasilkan dapat dihitung dengan persamaan.
Informasi yang dihasilkan oleh alat ukur cara pulsa ini adalah jumlah pulsa (cacahan) dalam selang waktu pengukuran tertentu dan tinggi pulsa listrik. Jumlah pulsa sebanding dengan kuantitas radiasi yang memasuki detektor, sedangkan tinggi pulsa sebanding dengan energi radiasi.
Kelemahan alat ukur cara pulsa di atas adalah adanya kemungkinan tidak tercacahnya radiasi karena kecepatan konversi. Untuk dapat mengubah sebuah radiasi menjadi sebuah pulsa listrik dibutuhkan waktu konversi tertentu. Bila kuantitas radiasi yang akan diukur sedemikian banyaknya sehingga selang waktu antara dua buah radiasi yang berurutan lebih cepat daripada waktu konversi alat, maka radiasi yang terakhir tidak akan tercacah.

§  Cara Arus

Pada cara arus, radiasi yang memasuki detektor tidak dikonversikan menjadi pulsa listrik melainkan rata-rata akumulasi energi radiasi per satuan waktunya yang akan dikonversikan menjadi arus listrik. Semakin banyak kuantitas radiasi per satuan waktu yang memasuki detektor, akan semakin besar arusnya. Demikian pula bila energi radiasi semakin besar, arus yang dihasilkannya semakin besar.
Alat ukur radiasi cara arus dapat mengeliminasi kerugian cara pulsa karena yang akan ditampilkan di sini bukan informasi setiap radiasi yang memasuki detektor melainkan integrasi dari jumlah muatan yang dihasilkan oleh radiasi tersebut dalam satu satuan waktu.
Proses konversi pada cara pengukuran arus ini tidak dilakukan secara individual setiap radiasi melainkan secara akumulasi. Informasi yang ditampilkan adalah intensitas radiasi yang memasuki detektor. Kelemahan cara ini adalah ketidakmampuannya memberikan informasi energi dari setiap radiasi, sedangkan keuntungannya proses pengukurannya jauh lebih cepat daripada cara pulsa. Sistem pengukur yang digunakan dalam kegiatan proteksi radiasi, seperti survaimeter dan monitor radiasi biasanya menerapkan cara arus (current mode) sedangkan dalam kegiatan aplikasi dan penelitian menerapkan cara pulsa (pulse mode).

Jenis Detektor Radiasi

Detektor merupakan suatu bahan yang peka atau sensitif terhadap radiasi yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah dibahas sebelumnya. Perlu diingat bahwa setiap jenis radiasi mempunyai cara berinteraksi yang berbeda-beda sehingga suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.
Sebenarnya terdapat banyak jenis detektor, tetapi di sini hanya akan dibahas tiga jenis detektor yang biasa digunakan untuk mengukur radiasi yaitu, detektor isian gas, detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor.

§  Detektor Isian Gas

Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering digunakan untuk mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan negatif, serta berisi gas di antara kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai anoda, yang dihubungkan ke kutub listrik positif, sedangkan elektroda negatif disebut sebagai katoda, yang dihubungkan ke kutub negatif. Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding silindernya sebagai katoda sebagaimana gambar 1.
Gambar 1: konstruksi detektor isian gas
Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan tersebut sebanding dengan energi radiasi dan  berbanding terbalik dengan daya ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor tersebut akan memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik.
Gambar 2: proses pembentukan ion positif dan negatif (ionisasi) dalam gas.
Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju elektroda yang sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan pulsa atau arus listrik. Pergerakan ion tersebut di atas dapat berlangsung bila di antara dua elektroda terdapat cukup medan listrik. Bila medan listriknya semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion tersebut akan semakin besar sehingga mampu untuk mengadakan ionisasi lain.
Gambar 3: karakteristik jumlah ion terhadap perubahan tegangan kerja detektor
Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder. Bila medan listrik di antara dua elektroda semakin tinggi maka jumlah ion yang dihasilkan oleh sebuah radiasi akan sangat banyak dan disebut proses ‘avalanche’.
Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda yaitu detektor kamar ionisasi yang bekerja di daerah ionisasi, detektor proporsional yang bekerja di daerah proporsional serta detektor Geiger Mueller (GM) yang bekerja di daerah Geiger Mueller.

Detektor Kamar Ionisasi (ionization chamber)
Sebagaimana terlihat pada kurva karakteristik gas pada Gambar 3, jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini relatif sedikit sehingga tinggi pulsanya, bila menerapkan pengukuran model pulsa, sangat rendah. Oleh karena itu, biasanya, pengukuran yang menggunakan detektor ionisasi menerapkan cara arus. Bila akan menggunakan detektor ini dengan cara pulsa maka dibutuhkan penguat pulsa yang sangat baik. Keuntungan detektor ini adalah dapat membedakan energi yang memasukinya dan tegangan kerja yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
Detektor Proporsional
Dibandingkan dengan daerah ionisasi di atas, jumlah ion yang dihasilkan di daerah proporsional ini lebih banyak sehingga tinggi pulsanya akan lebih tinggi. Detektor ini lebih sering digunakan untuk pengukuran dengan cara pulsa.
Terlihat pada kurva karakteristik (Gambar 3) bahwa jumlah ion  yang dihasilkan sebanding dengan energi radiasi, sehingga detektor ini dapat membedakan energi radiasi. Akan tetapi, yang merupakan suatu kerugian, jumlah ion atau tinggi pulsa yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tegangan kerja dan daya tegangan untuk detektor ini harus sangat stabil.
Detektor Geiger Mueller (GM)
Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini sangat banyak, mencapai nilai saturasinya, sehingga pulsanya relatif tinggi dan tidak memerlukan penguat pulsa lagi. Kerugian utama dari detektor ini ialah tidak dapat membedakan energi radiasi yang memasukinya, karena berapapun energinya jumlah ion yang dihasilkannya sama dengan nilai saturasinya. Detektor ini merupakan detektor yang paling sering digunakan, karena dari segi elektonik sangat sederhana, tidak perlu menggunakan rangkaian penguat. Sebagian besar peralatan ukur proteksi radiasi, yang harus bersifat portabel, terbuat dari detektor Geiger Mueller.

§  Detektor Sintilasi

Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan  padat, cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu :
§  proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di dalam bahan sintilator dan
§  proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung photomultiplier

Bahan Sintilator
Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan Gambar 4. Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada keadaan dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil memancarkan percikan cahaya.
Gambar 4: proses terjadinya percikan cahaya di dalam sintilator

Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh photomultiplier.
Berikut ini akan dibahas beberapa contoh bahan sintilator yang sering digunakan untuk detektor radiasi.
§  Kristal NaI(Tl)
§  Kristal ZnS(Ag)
§  Kristal LiI(Eu)
§  Sintilator Organik

Tabung Photomultiplier
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas dua bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.

Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 5. Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron bila dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya akan diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh elektron.
Gambar 5: konstruksi tabung photomultiplier
Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju dinode kedua dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya sehingga elektron yang terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak. Dengan sebuah kapasitor kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa listrik.

Detektor Semikonduktor
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.
Gambar 6: struktur pita energi elektron

Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya  berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti terlihat pada Gambar 6. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila mendapat tambahan energi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.
Gambar 7: konstruksi Detektor Semikonduktor

Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada Gambar 7. Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk (depletion layer)  lapisan kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan energi radiasi.
Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak diperlukan.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal, pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.

Unjuk Kerja Detektor

Dari pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal tersebut merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya tidaklah demikian. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan satu jenis detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi.
Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor. Bentuk geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi. Sedangkan densitas bahan  detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan.
Kecepatan detektor menunjukkan selang waktu antara datangnya radiasi dan terbentuknya pulsa listrik. Kecepatan detektor berinteraksi dengan radiasi juga sangat mempengaruhi pengukuran karena bila respon detektor tidak cukup cepat sedangkan intensitas radiasinya sangat tinggi maka akan banyak radiasi yang tidak terukur meskipun sudah mengenai detektor. Kasus ini sangat berbahaya karena akan menurunkan efisiensi sistem bila intensitas radiasinya semakin tinggi.
Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi radiasi yang berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang sangat kecil (high resolution) sehingga dapat membedakan energi radiasi secara teliti. Resolusi detektor disebabkan oleh peristiwa statistik yang terjadi dalam proses pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian elektronik, serta ketidak-stabilan kondisi pengukuran.

Penggunaan Alat Ukur Radiasi

Berdasarkan kegunaannya, alat ukur radiasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai alat ukur proteksi radiasi dan sebagai sistem pencacah (counting system).
Alat ukur proteksi radiasi digunakan untuk kegiatan keselamatan kerja dengan radiasi, oleh karena itu nilai ukur yang ditampilkan biasanya dalam satuan dosis radiasi seperti Rontgent, rem, atau Sievert. Alat ukur proteksi radiasi dikelompokkan menjadi dosimeter perorangan, surveimeter, dan monitor kontaminasi.

§  Alat Ukur Proteksi Radiasi

Alat ukur proteksi radiasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu dosimeter perorangan, surveimeter, dan monitor kontaminasi. Sebagaimana alat ukur radiasi lainnya, alat ukur radiasi juga terdiri atas detektor dan peralatan penunjang.
Dosimeter perorangan digunakan untuk “mencatat” dosis radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi dalam selang waktu tertentu, misalnya selama satu bulan. Pada beberapa dosimeter perorangan seperti film badge dan TLD, detektor dan peralatan penunjangnya tidak menjadi satu kesatuan.
Surveimeter digunakan untuk mengukur laju dosis (intensitas) radiasi secara langsung. Surveimeter harus bersifat portabel, mudah dibawa dalam kegiatan survei radiasi di segala medan.
Monitor kontaminasi digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi zat radioaktif, baik di udara, di tempat kerja, maupun yang melekat di tangan, kaki atau badan pekerja.

§  Sistem Pencacah

Secara umum sistem pencacah dapat dikelompokkan menjadi sistem pencacah integral, sistem pencacah diferensial, dan sistem spektroskopi. Peralatn ini lebih banyak digunakan di laboratorium (bukan di lapangan) oleh karena itu tidak perlu bersifat portabel tetapi harus dapat menunjukkan hasil pengukuran yang sangat akurat.
Sistem pencacah integral dan diferensial pada dasarnya sama, digunakan untuk mengukur kuantitas (jumlah) radiasi yang mengenai detektor. Pada sistem pencacah integral tidak membedakan energi radiasi sedangkan pada sistem pencacah diferensial hanya mengukur kuantitas radiasi pada rentang energi tertentu saja.
Salah satu contoh penggunaan sistem pencacah adalah pada aplikasi pengukuran tebal kertas, sebagaimana gambar berikut.
Gambar 8: konstruksi pengukuran tebal kertas

Sistem spektroskopi digunakan untuk mengukur distribusi energi radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Energi radiasi merupakan karakteristik dari setiap unsur atau zat radioaktif. Sehingga jenis unsur atau isotop yang terkandung di dalam suatu bahan dapat ditentukan bila distribusi energinya dapat diukur.
Gambar 9: contoh spektrum distribusi energi radiasi











Daftar Pustaka

1.      Kenneth S. Crane, Introductory Nuclear Physics, John Wiley & Sons, Toronto, 1988.
2.      G.F. Knoll, Radiation Detection and Measurement, John Wiley, Toronto, 1989.
3.      Tsoulfanidis, Detection and Measurement of Radiation, Taylor and Francis, New York, 1995
4.      K. Debertin and R.G. Helmer, Gamma and X-ray Spectrometry with Semiconductor Detectors, North-Holland, Amsterdam, 1988.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar