Deteksi dan Pengukuran Radiasi
Tujuan Instruksional
Setelah mengikuti
materi ini peserta diharapkan mampu menguraikan prinsip kerja detektor yang
digunakan dalam sistem pencacah radiasi.
Secara khusus
setiap peserta akan mampu untuk:
1. menguraikan fungsi
detektor dan peralatan penunjang dalam sistem pencacah radiasi;
2. menguraikan dua mekanisme
pendeteksian radiasi yang sering digunakan;
3. menguraikan prinsip kerja
detektor isian gas, sintilasi dan semikonduktor;
4. membedakan fungsi alat
ukur radiasi;
5. menyebutkan contoh alat
ukur radiasi yabg digunakan di bidang proteksi radiasi;
6. menyebutkan contoh
aplikasi sistem pencacah radiasi.
Deteksi dan Pengukuran Radiasi
Secara definisi, radiasi merupakan salah
satu cara perambatan energi dari suatu sumber energi ke lingkungannya tanpa
membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Salah satu bentuk energi
yang dipancarkan secara radiasi adalah energi nuklir. Radiasi ini memiliki dua sifat yang khas, yaitu tidak
dapat dirasakan secara langsung oleh panca indra manusia dan beberapa jenis
radiasi dapat menembus berbagai jenis bahan.
Sebagaimana sifatnya yang tidak dapat
dirasakan sama sekali oleh panca indera manusia, maka untuk menentukan ada atau
tidak adanya radiasi nuklir diperlukan suatu alat, yaitu pengukur radiasi yang
merupakan suatu susunan peralatan untuk mendeteksi dan mengukur radiasi baik
kuantitas, energi, atau dosisnya.
§ Kuantitas radiasi
Kuantitas radiasi
adalah jumlah radiasi per satuan waktu per satuan luas, pada suatu titik pengukuran. Kuantitas radiasi ini
berbanding lurus dengan aktivitas sumber radiasi dan berbanding terbalik dengan
kuadrat jarak (r) antara sumber dan sistem pengukur.
Gambar
1: hubungan antara aktivitas dan kuantitas
Gambar 1
menunjukkan bahwa jumlah radiasi yang mencapai titik pengukuran (kuantitas
radiasi) merupakan sebagian dari radiasi yang dipancarkan oleh sumber.
§ Energi radiasi (E)
Energi radiasi
merupakan ‘kekuatan’ dari setiap radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi.
Bila sumber radiasinya berupa radionuklida maka tingkat atau nilai energi
radiasi yang dipancarkan tergantung pada jenis radionuklidanya. Kalau sumber
radiasinya berupa pesawat sinar-X, maka energi radiasinya bergantung kepada
tegangan anoda (kV). Tabel 1 menunjukkan contoh energi radiasi yang dipancarkan
oleh beberapa radionuklida.
Tabel 1: probabilitas dan energi beberapa jenis isotop
Jenis radionuklida
|
Energi
|
Probabilitas
|
Cd-109
Cs-137
Co-60
|
88 keV
662keV
1173 keV dan 1332 keV
|
3,70%
85%
99% dan 100%
|
§ Dosis radiasi
Dosis radiasi
menggambarkan tingkat perubahan atau kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh
radiasi. Nilai dosis ini sangat ditentukan oleh kuantitas radiasi, jenis radiasi dan jenis bahan
penyerap. Dalam proteksi radiasi pengertian dosis adalah jumlah radiasi yang
terdapat dalam medan
radiasi atau jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima oleh materi.
Penggunaan Alat Ukur Radiasi
Penggunaan alat ukur radiasi dapat dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu untuk kegiatan proteksi radiasi dan untuk kegiatan aplikasi/penelitian
radiasi nuklir. Alat ukur radiasi yang digunakan untuk kegiatan proteksi
radiasi harus dapat menunjukkan nilai dosis radiasi yang mengenai alat
tersebut. Sedangkan alat ukur yang digunakan di bidang aplikasi radiasi dan
penelitian biasanya ditekankan untuk dapat menampilkan nilai kuantitas radiasi
atau spektrum energi radiasi yang memasukinya.
Setiap alat ukur radiasi terdiri atas dua bagian utama yaitu
detektor dan peralatan penunjang. Detektor merupakan suatu bahan yang
peka terhadap radiasi, yang jadi bila dikenai radiasi akan menghasilkan suatu
tanggapan (response) tertentu yang lebih mudah diamati sedangkan peralatan
penunjang, biasanya merupakan peralatan elektronik, berfungsi untuk mengubah
tanggapan detektor tersebut menjadi suatu informasi yang dapat diamati oleh
panca indera manusia atau dapat diolah lebih lanjut menjadi informasi yang
berarti. Gambar 2. menunjukkan bagian utama deteksi radiasi.
Gambar
2: konstruksi alat ukur radiasi
Mekanisme Pendeteksian Radiasi
Detektor radiasi bekerja dengan cara
mengukur perubahan yang terjadi di dalam medium karena adanya penyerapan energi radiasi oleh medium
tersebut. Sebenarnya terdapat banyak mekanisme atau interaksi yang terjadi di
dalam detektor tetapi yang sering dimanfaatkan untuk mendeteksi atau mengukur
radiasi adalah proses
ionisasi dan proses sintilasi.
§ Proses ionisasi
Ionisasi adalah
peristiwa terlepasnya elektron dari ikatannya di dalam atom. Peristiwa
ini dapat terjadi
secara langsung oleh radiasi alpha atau beta dan secara tidak langsung
oleh radiasi sinar-X, gamma dan neutron.
Gambar
3: peristiwa terlepasnya elektron ketika dikenai radiasi (ionisasi langsung)
Jumlah pasangan
ion, elektron yang bermuatan negatif dan sisa atomnya yang bermuatan positif
sebanding dengan jumlah energi yang terserap.
N adalah jumlah
pasangan ion, E adalah energi radiasi yang terserap dan w adalah daya ionisasi
bahan penyerap, yaitu energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah proses
ionisasi.
Jadi dalam proses
ionisasi ini, energi radiasi diubah menjadi pelepasan sejumlah elektron (energi
listrik). Bila diberi medan
listrik maka elektron yang dihasilkan dalam peristiwa ionisasi tersebut akan
bergerak menuju ke kutub positif. Pergerakan elektron-elektron tersebut dapat
menginduksikan arus atau tegangan listrik yang dapat diukur oleh peralatan
penunjang misalnya Amperemeter ataupun Voltmeter. Semakin banyak radiasi yang
mengenai bahan penyerap atau semakin besar energi radiasinya maka akan
dihasilkan arus atau tegangan listrik yang semakin besar pula.
§ Proses Sintilasi
Proses sintilasi
adalah terpencarnya sinar tampak ketika terjadi transisi elektron dari tingkat
energi (orbit) yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah di dalam
bahan penyerap. Dalam proses ini, sebenarnya, yang dipancarkan adalah radiasi
sinar-X tetapi karena bahan penyerapnya (detektor) dicampuri dengan unsur
aktivator, yang berfungsi sebagai penggeser panjang gelombang, maka radiasi
yang dipancarkannya berupa sinar tampak.
Proses sintilasi
ini akan terjadi bila terdapat kekosongan elektron pada orbit yang lebih dalam.
Kekosongan elektron tersebut dapat disebabkan karena lepasnya elektron dari
ikatannya (proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke lintasan yang lebih
tinggi bila dikenai radiasi (proses eksitasi). Jadi dalam proses sintilasi ini,
energi radiasi diubah menjadi pancaran cahaya tampak. Semakin besar energi
radiasi yang diserap maka semakin banyak kekosongan elektron di orbit sebelah
dalam sehingga semakin banyak percikan cahayanya.
Gambar 4: proses sintilasi penyerapan energi radiasi (kiri) dan
pemancaran cahaya (kanan)
Cara Pengukuran Radiasi
Terdapat
dua cara pengukuran radiasi yaitu cara pulsa (pulse mode) dan cara arus
(current mode).
§ Cara pulsa
Setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan
dikonversikan menjadi sebuah pulsa listrik. Bila
kuantitas radiasi yang mengenai alat ukur semakin tinggi maka jumlah pulsa
listrik yang dihasilkannya semakin banyak. Sedang energi dari setiap radiasi
yang masuk sebanding dengan tinggi pulsa yang dihasilkan. Jadi semakin besar
energinya semakin tinggi pulsanya. Tinggi pulsa yang dihasilkan dapat dihitung
dengan persamaan.
Informasi yang
dihasilkan oleh alat ukur cara pulsa ini adalah jumlah pulsa (cacahan) dalam
selang waktu pengukuran tertentu dan tinggi pulsa listrik. Jumlah pulsa
sebanding dengan kuantitas radiasi yang memasuki detektor, sedangkan tinggi
pulsa sebanding dengan energi radiasi.
Kelemahan alat
ukur cara pulsa di atas adalah adanya kemungkinan tidak tercacahnya radiasi
karena kecepatan konversi. Untuk dapat mengubah sebuah radiasi menjadi sebuah
pulsa listrik dibutuhkan waktu konversi tertentu. Bila kuantitas radiasi yang
akan diukur sedemikian banyaknya sehingga selang waktu antara dua buah radiasi
yang berurutan lebih cepat daripada waktu konversi alat, maka radiasi yang
terakhir tidak akan tercacah.
§ Cara Arus
Pada cara arus, radiasi yang memasuki detektor
tidak dikonversikan menjadi pulsa listrik melainkan rata-rata akumulasi energi
radiasi per satuan waktunya yang akan dikonversikan menjadi arus listrik. Semakin banyak kuantitas radiasi per satuan waktu yang memasuki
detektor, akan semakin besar arusnya. Demikian pula bila energi radiasi semakin
besar, arus yang dihasilkannya semakin besar.
Alat ukur radiasi
cara arus dapat mengeliminasi kerugian cara pulsa karena yang akan ditampilkan
di sini bukan informasi setiap radiasi yang memasuki detektor melainkan
integrasi dari jumlah muatan yang dihasilkan oleh radiasi tersebut dalam satu
satuan waktu.
Proses konversi
pada cara pengukuran arus ini tidak dilakukan secara individual setiap radiasi
melainkan secara akumulasi. Informasi yang ditampilkan adalah intensitas
radiasi yang memasuki detektor. Kelemahan cara ini adalah ketidakmampuannya
memberikan informasi energi dari setiap radiasi, sedangkan keuntungannya proses
pengukurannya jauh lebih cepat daripada cara pulsa. Sistem pengukur yang
digunakan dalam kegiatan proteksi radiasi, seperti survaimeter dan monitor
radiasi biasanya menerapkan cara
arus (current mode) sedangkan dalam kegiatan aplikasi dan penelitian
menerapkan cara pulsa
(pulse mode).
Jenis Detektor Radiasi
Detektor merupakan suatu bahan yang peka
atau sensitif terhadap radiasi yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan
tanggapan mengikuti mekanisme yang telah dibahas sebelumnya. Perlu diingat
bahwa setiap jenis radiasi mempunyai cara berinteraksi yang berbeda-beda
sehingga suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu
sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi
gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.
Sebenarnya terdapat banyak jenis detektor,
tetapi di sini hanya akan dibahas tiga jenis detektor yang biasa digunakan
untuk mengukur radiasi yaitu, detektor isian gas, detektor sintilasi, dan detektor
semikonduktor.
§ Detektor Isian Gas
Detektor isian gas merupakan detektor yang paling
sering digunakan untuk mengukur radiasi. Detektor ini
terdiri dari dua elektroda, positif dan negatif, serta berisi gas di antara
kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai anoda, yang dihubungkan
ke kutub listrik positif, sedangkan elektroda negatif disebut sebagai katoda,
yang dihubungkan ke kutub negatif. Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder
dengan sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding silindernya sebagai
katoda sebagaimana gambar 1.
Gambar 1: konstruksi detektor isian gas
Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi
gas dan menghasilkan ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion
yang akan dihasilkan tersebut sebanding dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan daya ionisasi gas.
Daya ionisasi gas berkisar dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion yang dihasilkan di
dalam detektor tersebut akan memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik
ataupun arus listrik.
Gambar
2: proses pembentukan ion positif dan negatif (ionisasi) dalam gas.
Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan
bergerak menuju elektroda yang sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan
menimbulkan pulsa atau arus listrik. Pergerakan ion tersebut di atas dapat berlangsung
bila di antara dua elektroda terdapat cukup medan listrik. Bila medan listriknya semakin tinggi maka energi
kinetik ion-ion tersebut akan semakin besar sehingga mampu untuk mengadakan
ionisasi lain.
Gambar
3: karakteristik jumlah ion terhadap perubahan tegangan kerja detektor
Ion-ion yang
dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder. Bila medan listrik di antara dua elektroda semakin
tinggi maka jumlah ion yang dihasilkan oleh sebuah radiasi akan sangat banyak
dan disebut proses
‘avalanche’.
Terdapat tiga jenis detektor isian gas
yang bekerja pada daerah yang berbeda yaitu detektor kamar ionisasi yang
bekerja di daerah ionisasi, detektor proporsional yang bekerja di daerah
proporsional serta detektor Geiger Mueller (GM) yang bekerja di daerah
Geiger Mueller.
Detektor Kamar Ionisasi (ionization chamber)
Sebagaimana
terlihat pada kurva karakteristik gas pada Gambar 3, jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini relatif
sedikit sehingga tinggi pulsanya, bila menerapkan pengukuran model pulsa,
sangat rendah. Oleh karena itu, biasanya, pengukuran yang menggunakan detektor
ionisasi menerapkan cara arus. Bila akan menggunakan detektor ini dengan
cara pulsa maka dibutuhkan penguat pulsa yang sangat baik. Keuntungan detektor
ini adalah dapat membedakan energi yang memasukinya dan tegangan kerja yang
dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
Detektor Proporsional
Dibandingkan
dengan daerah ionisasi di atas, jumlah ion yang dihasilkan di daerah
proporsional ini lebih banyak sehingga tinggi pulsanya akan lebih tinggi. Detektor
ini lebih sering digunakan untuk pengukuran dengan cara pulsa.
Terlihat pada
kurva karakteristik (Gambar 3) bahwa jumlah ion
yang dihasilkan sebanding dengan energi radiasi, sehingga detektor ini
dapat membedakan energi radiasi. Akan tetapi, yang merupakan suatu kerugian,
jumlah ion atau tinggi pulsa yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tegangan
kerja dan daya tegangan untuk detektor ini harus sangat stabil.
Detektor Geiger Mueller (GM)
Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini
sangat banyak, mencapai nilai saturasinya, sehingga pulsanya relatif tinggi dan
tidak memerlukan penguat pulsa lagi. Kerugian utama dari detektor ini
ialah tidak dapat membedakan
energi radiasi yang memasukinya, karena berapapun energinya jumlah ion yang
dihasilkannya sama dengan nilai saturasinya. Detektor ini merupakan
detektor yang paling sering digunakan, karena dari segi elektonik sangat
sederhana, tidak perlu menggunakan rangkaian penguat. Sebagian besar peralatan ukur proteksi radiasi,
yang harus bersifat portabel, terbuat dari detektor Geiger Mueller.
§ Detektor Sintilasi
Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian
yaitu bahan sintilator dan photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu
bahan padat,
cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi
pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang
dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian
radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu :
§ proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan
cahaya di dalam bahan sintilator dan
§ proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam
tabung photomultiplier
Bahan Sintilator
Proses sintilasi
pada bahan ini dapat dijelaskan dengan Gambar 4. Di dalam kristal bahan
sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai pita valensi
dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada keadaan
dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi
kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan
bahwa energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga
dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron
tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator
sambil memancarkan percikan cahaya.
Gambar 4: proses terjadinya percikan cahaya di dalam sintilator
Jumlah percikan
cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh jenis bahan
sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan cahayanya.
Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh photomultiplier.
Berikut ini akan
dibahas beberapa contoh bahan sintilator yang sering digunakan untuk detektor
radiasi.
§ Kristal NaI(Tl)
§ Kristal ZnS(Ag)
§ Kristal LiI(Eu)
§ Sintilator Organik
Tabung Photomultiplier
Sebagaimana telah
dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas dua bagian yaitu
bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator berfungsi untuk
mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung photomultiplier ini
berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi berkas elektron,
sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.
Tabung
photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan photokatoda
yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat beberapa
dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 5. Photokatoda
yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron bila dikenai
cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya akan
diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut
akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh elektron.
Gambar 5: konstruksi tabung photomultiplier
Elektron-elektron
sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju dinode kedua dan
dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya sehingga elektron yang
terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak. Dengan sebuah kapasitor
kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa listrik.
Detektor Semikonduktor
Bahan
semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis detektor
di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau
germanium. Detektor ini
mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien dibandingkan dengan detektor
isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih
baik daripada detektor sintilasi.
Gambar 6: struktur pita energi elektron
Pada dasarnya,
bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat meneruskan arus listrik. Hal
ini disebabkan semua elektronnya berada
di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara
pita valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak
memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti
terlihat pada Gambar 6. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan
semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke
pita konduksi bila mendapat tambahan energi.
Energi radiasi
yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan sehingga beberapa
elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Bila di antara
kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial maka akan
terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah
menjadi energi listrik.
Gambar 7: konstruksi Detektor Semikonduktor
Sambungan
semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N dengan tipe P
(PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke
tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada Gambar 7. Hal
ini menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif)
sedangkan pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif),
sehingga terbentuk (depletion layer)
lapisan kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong
muatan ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang
memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron
dan hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan
elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus
listrik.
Oleh karena daya
atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini lebih rendah
dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang dihasilkan
oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan detektor
semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang mengenainya
atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor sintilasi
untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya,
detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya
bila kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50
keV. Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai
resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti
untuk membedakan energi radiasi.
Sebenarnya,
kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan dalam pemakaian di
lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi untuk keperluan
lain, misalnya untuk menentukan jenis radionuklida atau untuk menentukan jenis
dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak diperlukan.
Kelemahan dari
detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal, pemakaiannya harus sangat
hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus
didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang
berukuran cukup besar.
Unjuk Kerja Detektor
Dari pembahasan di atas terlihat bahwa
setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah pulsa listrik dengan ketinggian yang
sebanding dengan energi radiasinya. Hal tersebut merupakan fenomena yang sangat
ideal karena pada kenyataannya tidaklah demikian. Terdapat beberapa
karakteristik detektor yang membedakan satu jenis detektor dengan lainnya yaitu
efisiensi, kecepatan dan resolusi.
Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang
menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor
terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat
ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor. Bentuk geometri
sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas
permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi. Sedangkan densitas bahan detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang
dapat berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang
mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi
karena semakin banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan.
Kecepatan detektor menunjukkan selang waktu
antara datangnya radiasi dan terbentuknya pulsa listrik. Kecepatan detektor
berinteraksi dengan radiasi juga sangat mempengaruhi pengukuran karena bila
respon detektor tidak cukup cepat sedangkan intensitas radiasinya sangat tinggi
maka akan banyak radiasi yang tidak terukur meskipun sudah mengenai detektor.
Kasus ini sangat berbahaya karena akan menurunkan efisiensi sistem bila
intensitas radiasinya semakin tinggi.
Resolusi detektor adalah kemampuan detektor
untuk membedakan energi radiasi yang berdekatan. Suatu detektor diharapkan
mempunyai resolusi yang sangat kecil (high resolution) sehingga dapat
membedakan energi radiasi secara teliti. Resolusi detektor disebabkan oleh
peristiwa statistik yang terjadi dalam proses pengubahan energi radiasi, noise
dari rangkaian elektronik, serta ketidak-stabilan kondisi pengukuran.
Penggunaan Alat Ukur Radiasi
Berdasarkan kegunaannya, alat ukur radiasi
dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai alat ukur proteksi radiasi dan sebagai sistem pencacah
(counting system).
Alat ukur proteksi radiasi digunakan untuk
kegiatan keselamatan kerja dengan radiasi, oleh karena itu nilai ukur yang
ditampilkan biasanya dalam satuan dosis radiasi seperti Rontgent, rem, atau
Sievert. Alat ukur proteksi radiasi dikelompokkan menjadi dosimeter perorangan,
surveimeter, dan monitor kontaminasi.
§ Alat Ukur Proteksi Radiasi
Alat ukur
proteksi radiasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu dosimeter perorangan,
surveimeter, dan monitor kontaminasi. Sebagaimana alat ukur radiasi lainnya,
alat ukur radiasi juga terdiri atas detektor dan peralatan penunjang.
Dosimeter
perorangan digunakan untuk “mencatat” dosis radiasi yang telah mengenainya
secara akumulasi dalam selang waktu tertentu, misalnya selama satu bulan. Pada
beberapa dosimeter perorangan seperti film badge dan TLD, detektor dan peralatan
penunjangnya tidak menjadi satu kesatuan.
Surveimeter
digunakan untuk mengukur laju dosis (intensitas) radiasi secara langsung.
Surveimeter harus bersifat portabel, mudah dibawa dalam kegiatan survei radiasi
di segala medan.
Monitor
kontaminasi digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi zat radioaktif, baik
di udara, di tempat kerja, maupun yang melekat di tangan, kaki atau badan
pekerja.
§ Sistem Pencacah
Secara umum
sistem pencacah dapat dikelompokkan menjadi sistem pencacah integral, sistem pencacah
diferensial, dan sistem spektroskopi. Peralatn ini lebih banyak digunakan di
laboratorium (bukan di lapangan) oleh karena itu tidak perlu bersifat portabel
tetapi harus dapat menunjukkan hasil pengukuran yang sangat akurat.
Sistem pencacah
integral dan diferensial pada dasarnya sama, digunakan untuk mengukur kuantitas
(jumlah) radiasi yang mengenai detektor. Pada sistem pencacah integral tidak
membedakan energi radiasi sedangkan pada sistem pencacah diferensial hanya
mengukur kuantitas radiasi pada rentang energi tertentu saja.
Salah satu contoh
penggunaan sistem pencacah adalah pada aplikasi pengukuran tebal kertas,
sebagaimana gambar berikut.
Gambar 8: konstruksi pengukuran tebal kertas
Sistem
spektroskopi digunakan untuk mengukur distribusi energi radiasi yang
dipancarkan oleh sumber radiasi. Energi radiasi merupakan karakteristik dari
setiap unsur atau zat radioaktif. Sehingga jenis unsur atau isotop yang
terkandung di dalam suatu bahan dapat ditentukan bila distribusi energinya
dapat diukur.
Gambar 9: contoh spektrum distribusi energi radiasi
Daftar Pustaka
1. Kenneth S. Crane, Introductory Nuclear Physics, John Wiley &
Sons, Toronto,
1988.
2. G.F. Knoll, Radiation Detection and Measurement, John Wiley, Toronto, 1989.
3. Tsoulfanidis, Detection and Measurement of Radiation, Taylor and Francis, New York,
1995
4. K. Debertin and R.G. Helmer, Gamma and X-ray Spectrometry with
Semiconductor Detectors, North-Holland, Amsterdam,
1988.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar