Jumat, 29 Juni 2012

fisika radiodiagnostik

1. Sifat-sifat sinar-x
1.                  Mempunyai daya tembus yang sangat tinggi, sehingga dapat menembus bahan atau materi yang dilewatinya.
2.                  Dapat menimbulkan Ionisasi dan eksitasi pada atom atau molekul-molekul bahan yang dilewati.
3.                  Dapat merubah susunan kimia bahan yang dilewati.
4.                  Dapat menimbulkan fluorecense pada material calsium tungstate dan zinc cadnium sulphate.
5.                  Dapat menghasilkan bayangan laten pada film rontgen dan apabila dibangkitkan akan menjadi bayangan tampak.
6.                  Menimbulkan efek biologi dalam kehidupan organisme.
7.                  Mengalami atenuasi ketika menembus bahan/materi.
2. Kualitas dan Intensitas Sinar-x
1.                  Intensitas : jumlah tenaga foton sinar-x (energi) yang keluar dari tabung sinar-x pada luasan, jarak dan waktu tertentu.
Intensitas yang dikeluarkan ditentukan oleh nomor atom target (Z), arus tabung (mA), tegangan puncak (kVp) dan faktor rektifikasi (F).
2.                  Kualitas   : kekuatan/kemampuan sinar-x yang diukur dari daya tembusnya terhadap obyek yang dilewati. Berdasarkan daya tembus nya kualitas dibedakan menjadi 2, yaitu :  a. Hard beam : berkas sinar-x yang mempunyai daya tembus yang baik/kuat.
b. soft beam    : berkas sinar-x yang daya tembus nya kurang/lemah.
            Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sinar-x adalah :
·                     Kilovolt (kV)
·                     Filter
·                     Rektifikasi
3. Sensitivitas Warna
            Sensitivitas warna/spectral sensitivity adalah istilah untuk menjelaskan respon emulsi film terhadap berbagai macam warna cahaya. Ada 3 golongan film menurut kepekaannya terhadap macam warna pencahayaan :
1.                  Panchromatic Film      : jenis film yang memiliki kepekaan terhadap semua warna cahaya, jenis ini digunakan dalam bidang fotografi.
2.                  Monochromatic Film  : jenis film yang memiliki kepekaan terhadap satu jenis warna cahaya, misalnya warna biru yang. Jenis film ini digunakan pada x-ray film blue sensitive.
3.                  Ortochromatic film     : jenis film yang memiliki kepekaan terhadap warna hijau sampai violet, jenis film ini digunakan untuk x-ray film green sensitive.
4. Intensifying Screen
            Prinsip dari IS adalah apabila bahan yang menyerap radiasi sinar-x dan memancarkannya kembali dalam bentuk sinar tampak tabir penguat ini dipakai dalam radiography dan tabir fluoroskopi. Banyak nya cahaya yang dipancarkan berbanding lurus dengan exposi sinar-x yang mengenai tabir.
Luminensi (perpendaran) : bahan-bahan yang dapat memancarkan cahaya sebagai akibat disinar dengan sinar-x dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1.                  Fosforesensi : bahan ini bila menerima radiasi sinar-x akam menyerapnya terlebih dahulu, baru memancarkan cahaya tampak setelah selang waktu tertentu. Bahan seperti ini tidak cocok untuk fluoroskopi. Penundaan perubahan dari berkas sinar-x menjadi sinar tampak disebut afterglow. (delay waktu sampai terjadinya pencahayaan adalah > 10-8 detik
2.                  Fluoresensi   : bahan ini akan berpendar setelah menerima radiasi,langsung memancarkan cahaya tampak. Bahan ini cocok untuk tabir fluoroskopi. (waktu terjadinya pencahayaan adalah < 10-8
Mekanisme luminensi :
1.    Energi radiasi diserap
2.    Elektron yang terlepas meninggalkan pita valensi menuju pita konduksi. Pada posisi ini elektron memasuki kondisi high energi state. Material fosfor yang tidak murni menghasilkan luminesence centre yang cenderung memiliki kekuatan menarik elektron kembali ke pita valensi.
3.    Akibat elektron kembali ke pita valensi, elektron kembali memasuki kondisi lower energy state, sambil melepaskan energi yang berbentuk cahaya tampak.
5. Interaksi radiasi dengan materi
     Efek-efek yang ditimbulkan oleh radiasi dalam interaksinya dengan materi yang dikenainya pada perjalanan sinar-x dari fokus ke film dapat digolongkan dalam 3 efek, yaitu :
1.              Efek yang bersifat fisik (physical efect), menimbulkan 5 kemungkinan :
·                 Hamburan klasik
·                 Penyerapan foto listrik
·                 Hamburan compton
·                 Pembentukan pasangan
·                 Desintegrasi foto nuklir
2.              Efek yang bersifat kimia (chemical efect), terjadi bila energi foton mengenai struktur kima tubuh manusia (80% terdiri dari air.
3.              Efek yang bersifat biologi (biological efect), kemungkinan akan mengakibatkan :
·                 Jaringan akan melakukan proses penyembuhan/pemulihan kembali secara enzymatic, tanpa efek lanjutan.
·                 Jaringan akan melakukan proses penyembuhan/pemulihan kembali secara enzymatic, tanpa diikuti dengan mutasi genitik.
·                 Terjadinya efek biochemical, tetapi tidak dapat melakukan proses pemulihan kembali tanpa efek lanjutan
·                 Terjadinya efek biochemical, tetapi tidak dapat melakukan proses pemulihan kembali, dan berakibat kematian sel.
6. kontras
            Kontras fadalah perbedaan densitas antara bagian yang gelap dengan bagian yang terang dari gambaran radiologi. Dalam penilaian terhadap kontras dibedakan atas :
·                     Kontras obyektif : tidak selalu dapat diterima oleh mata, harus melampaui harga ambang.
·                     Kontras subyektif : berbeda setiap orang tergantung dari penglihatan seseorang.
Kontras dalam ilmu Radiografi dapat dibedakan menjadi :
·                     Kontras radiasi            : nilai perbandingan antara intensitas sebelum mengenai obyek (bahan) dengan intensitas yang menembus bahan.
·                     Kontras subyek            : perbedaan intensitas radiasi yang telah menembus bahan tergantung pada ketebalan/kerapatan obyek dalam suatu bahan.
·                     Kontras film                : perbedaan nilai densitas optik yang dapat dicatat oleh suatu film.
·                     Kontras gambar          : pola distribusi penghitaman (opasitas dan lusensi) gambaran tiap organ, yang dimiliki oleh suatu gambar radiografi.
7. Mgnifikasi dan distorsi
·                     Magnifikasi adalah, perubahan ukuran suatu obyek dimana gambaran yang terbentuk akan menjadi lebih besar dari pada benda asli nya.
·                     Distorsi adalah, perubahan bentuk dari objek yang kita maksud dimana bentuk nyanmenjadi tidak sama dengan bentuk benda asli nya.
*magnifikasi (m) makin besar/bertambah bila :
·                     Jarak objek film (d) bertambah, pada jarak fokus film konstan.
·                     Jarak fokus film (f) berkurang, pada jarak objek film (d) konstan.


           


DOSIMETRI


DOSIMETRI
RINGKASAN
Untuk mengkuantitasikan radiasi sehingga dapat dijelaskan berbagai efek yang dapat timbul dalam sistem tubuh manusia, maka perlu dikenal berbagi besaran radiasi serta satuannya. Ditinjau dari proses yang terjadi apabila radiasi mengenai materi, kuantitas tersebut memberikan suatu besaran yang disebut dosis, yang ternyata dapat beragam tergantung pada segi peninjauan. Disini akan diuraikan berbagai besaran dosis radiasi yang dikenal dalam bidang Proteksi Radiasi serta satuan untuk masing-masing besaran. Dijelaskan juga peranan Rekomendasi ICRP yang menjadi dasar bagi Safety Series IAEA dan pengaruhnya terhadap besaran serta satuan dosis radiasi.

1.  PENDAHULUAN
Sejak awal ditemukan radiasi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai   keperluan, disadari pula potensi bahaya yang ada, khususnya apabila radiasi tersebut mengenai sistem tubuh manusia.  Pemanfaatan tenaga nuklir dilakukan secara tepat dan hati-hati demi keselamatan, keamanan, ketentraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, dan perlindungan terhadap lingkungan hidup serta ditujukan untuk maksud damai dan keuntungan sebesar-besarnya untuk maksud damai. Keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi pengion yang selanjutnya disebut keselamatan radiasi adalah upaya yang dilakukan untuk menciptakan kondisi yang sedemikian rupa agar efek radiasi pengion terhadap manusia dan lingkungan hiduptidak melampaui nilai batas yang ditentukan.
Nilai Batas Dosis yang ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku adalah penerimaan dosis yang tidak boleh dilampaui oleh seseorang pekerja radiasi dan anggauta masyarakat selama jangka waktu 1 (satu) tahun, tidak termasuk penerimaan dosis dari penerimaan medis dan penyinaran alam.
Nilai Batas Dosis bukan batas tertinggi yang apabila dilampaui seseorang akan mengalami akibat merugikan yang nyata. Setiap penyinaran yang tidak perlu, harus di hindari dan penerimaan dosis harus diusahakan serendah-rendahnya.
Untuk mengetahui besarnya dosis yang diterima oleh pekerja radiasi maka dilakukan pemantauan eksterna dan/atau interna.   Untuk keperluan tersebut perlu adanya besaran radiasi yang dapat digunakan sebagai kuantitas dampak (akibat) negatif yang ditimbulkannya. Berdasarkan berbagai proses yang telah diketahui terjadi pada materi yang dikenai radiasi, maka dapat didefinisikan berbagai besaran dan satuan radiasi tersebut.
Pemantauan eksterna dilakukan dengan menggunakan dosimeter perorangan dan surveymeter, pemantauan interna dilakukan dengan menggunakan alat yang sesuai atau dengan analisis secara biologi (bioassay) utnuk menentukan adanya dan jumlah zat radioaktif dalam tubuh.
Berdasarkan berbagai proses yang telah diketahui terjadi pada materi yang dikenai radiasi, maka dapat di definisikan berbagai besaran dan satuan radiasi tersebut. Besaran radiasi tersebut dinamakan sebagai dosis, yang ternyata sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Besaran radiasi dikenal sebagai exposure atau biasa disebut sebagai nilai penyinaran  terbatas sifatnya, hanya untuk radiasi foton ( sinar X dan sinar  gamma) saja, serta untuk medium udara saja, merupakan kuantisasi dari kemampuan radiasi foton untuk menimbulkan proses ionisasi di udara.
Berdasarkan definisinya, besaran radiasi tersebut merupakan kuantisasi dari kemampuan radiasi foton untuk menimbulkan proses ionisasi di udara. Besaran penyinaran ini digunakan sampai dengan  diberlakukannya "falsafah baru" dibidang Proteksi Radiasi yang didasarkan atas Rekomendasi ICRP No. 26 tahun 1977.
Mengingat terbatasnya pengertian dan penggunaan besaran penyinaran di atas, maka diperlukan berbagai besaran radiasi lainnya untuk keperluan Proteksi Radiasi. Besaran   dosis serap dengan simbol D, yang merupakan kuantisasi dari serapan energi per satuan massa yang terjadi pada benda (materi) yang terkena radiasi. Besaran ini bersifat umum, dapat diberlakukan untuk semua jenis radiasi dan materi yang dikenainya. Besaran dosis selanjutnya adalah dosis ekivalen dengan simbol H, yang sekaligus memperhitungkan efek radiasi sebagai akibat dari jenis radiasi yang berbeda. Dalam hal ini dimasukkan suatu faktor yang disebut faktor kualitas radiasi Q. Besaran dosis ekivalen tersebut diperlukan mengingat harga dosis serap yang sama dapat menyebabkan akibat biologik yang berbeda apabila jenis radiasinya berbeda.
Untuk memperhitungkan dosis radiasi pada kondisi lain atau khusus diperlukan juga besaran dosis lainnya. Sebagai contoh, masuknya zat radioaktif ke dalam sistem tubuh makhluk hidup memerlukan suatu besaran dosis yang disebut dosis terikat yang merupakan dosis integral terhadap waktu, sebagai akibat proses pengeluaran zat radioaktif dalam tubuh yang memerlukan waktu pula. Contoh lainnya adalah apabila yang terkena radiasi adalah sekelompok manusia dalam jumlah besar maka digunakan besaran dosis kolektif. Dengan adanya faktor resiko, yaitu kemungkinan terjadinya kerugian akibat radiasi maka dapat diperkirakan jumlah tertentu dalam populasi tersebut yang akan menderita akibat radiasi.
Dalam uraian berikut ini akan dibahas lebih terinci pengertian berbagai besaran dosis radiasi seperti dijelaskan di atas berikut dengan satuan untuk masing-masing besaran. Diuraikan pula perkembangan dosimetri radiasi dari waktu ke waktu, khususnya yang didasarkan atas falsafah Proteksi Radiasi dari yang "lama" menjadi "baru", serta hubungan antara keduanya.
 
Tujuan Instruksional Umum
          Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan mampu menguasai dan menerapkan batasan-batasan dosis aman bagi pekerja dan lingkungannya serta pengawasan terhadap pemanfaatan sumber radiasi secara benar serta satuan-satuan dosis-dosis yang diperlukan.
         
Tujuan Instruksional Khusus
          Secara khusus peserta akan mampu menjelaskan dan menerapkan sistim pembatasan dosis, Nilai Batas Dosis, sehingga dapat mencegah terjadinya efek bahaya radiasi.

2.      BERBAGAI BESARAN DAN SATUAN

2. 1.  U m u m
Dosimetri radiasi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari berbagai besaran dan satuan dosis radiasi, sedang pengertian dosis adalah kuantisasi dari proses yang ditinjau sebagai akibat radiasi mengenai materi. Sebagaimana telah dijelaskan, berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam hal ini antara lain adalah jenis radiasi dan bahan yang dikenainya. Apabila yang terkena radiasi adalah benda hidup, maka perlu juga diperhatikan tingkat kepekaan masing-masing jaringan tubuh terhadap radiasi. Demikian pula apabila zat radioaktif sebagai sumber radiasi masuk ke dalam tubuh, maka pola distribusi dan proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh perlu diperhatikan.

2. 2.   Hirarki Dosis.
a.     Penyinaran (X)
Besaran radiasi yang untuk pertama kali diperhatikan adalah penyinaran (terjemahan dari istilah exposure) dengan simbol X, yang pada kongres Radiologi pada tahun 1928 didefinisikan sebagai kemampuan radiasi sinar-X atau gamma untuk menimbulkan ionisasi di udara. Satuannya adalah roentgen atau R, dimana 1 R adalah besarnya penyinaran yang dapat menyebabkan terbentuknya muatan listrik sebesar 1 cc, pada kondisi temperatur dan tekanan normal. Secara matematis penyinaran dapat dituliskan sebagai :

X =
dQ

 (1a)    

dm

dengan dQ merupakan jumlah muatan pasangan ion yang terbentuk di suatu elemen volume udara bermassa dm.
Dalam sistem satuan yang baru (SI), besaran X berdimensi satuan muatan per satuan massa, yaitu J/kg. Hubungannya dengan satuan lama adalah :
1 R =
2,58 x 10-4  Coulomb/ kg 

(1b)

Dengan terbitnya Rekomendasi ICRP No.26 Tahun 1977 yang menndai awal dari "falsafah baru" Proteksi Radiasi, maka besaran penyinaran ini tidak dipakai lagi. Salah satu alasannya adalah ruang lingkup yang sangat terbatas, yaitu hanya berlaku untuk satu jenis radiasi (foton) dan satu jenis medium (udara) saja.

b.   Dosis Serap (D)
Apabila radiasi mengenai bahan, maka akan terjadi penyerapan energi di dalam bahan tersebut melalui berbagai macam proses/interaksi. Dosis serap D didefinisikan sebagai energi rata-rata yang diserap bahan per satuan massa bahan tersebut. Satuan yang digunakan sebelumnya adalah rad yang didefinisikan sebagai :
1 rad          =
100 erg / gr

(2)
Sedang saat ini digunakan satuan baru, yaitu gray (Gy), dimana :
1 gray (Gy) =
1 joule / kg

(3)
Dengan demikian dapat diperoleh hubungan :
1 gray (Gy) =
100 rad

(4)
Besaran dosis serap ini berlaku untuk semua jenis radiasi dan semua jenis bahan yang dikenainya, namun bila menyangkut akibat penyinaran terhadap makhluk hidup, maka informasi yang diperoleh tidak cukup. Jadi diperlukan besaran lain yang sekaligus memperhitungkan efek radiasi untuk jenis radiasi yang berbeda.
c.       Dosis Ekivalen (H)
Dosis serap yang sama tetapi berasal dari jenis radiasi yang berbeda ternyata memberikan akibat/efek yang berbeda pada sistem tubuh makhluk hidup. Pengaruh interaksi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam jaringan tubuh yang terkena radiasi terutama berasal dari besaran proses yang disebut sebagai alih energi linier. Yang paling berperan dalam hal ini adalah peristiwa ionisasi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam materi yang dilaluinya. Dengan demikian, jenis radiasi yang memiliki daya ionisasi besar (atau jenis atau juga alih energi liniernya) akan dapat menyebabkan akibat / kerusakan biologik yang besar pula. Besaran yang merupakan kuantisasi dari sifat tersebut dinamakan faktor kualitas Q. Dengan demikian dosis serap H dapat dituliskan sebagai :
H =
D.Q.N

(5)
Dimana N merupakan suatu faktor modifikasi, misalnya pengaruh laju dosis, distribusi zat radioaktif dalam tubuh, dsb. Untuk keperluan Proteksi Radiasi, faktor N tersebut selalu dianggap N = 1.
Satuan untuk dosis ekivalen adalah rem, yang dalam falsafah baru - menurut Publikasi ICRP No.26 Tahun 1977, diganti menjadi sievert (Sv), dimana :
1 sievert (Sv) =
100 rem

(6)
 Berdasarkan publikasi ICRP No.60 Tahun 1990, maka kualitas Q diubah namanya menjadi faktor bobot radiasi atau radiation weighting factor dengan simbol wR. Tabel 1 berikut ini menunjukkan harga wR berbagai jenis radiasi, yang secara numerik harganya sama dengan harga untuk faktor kualitas radiasi Q.

Tabel III.1.   Faktor bobot radiasi untuk berbagai jenis radiasi

JENIS RADIASI
Q ( 1977 )
wR ( 1990 )
1. Foton, untuk semua energi
2. Elektron dan Muon, semua energi
3. Neutron dengan Energi
    a. < 100 keV
    b. 10 keV hingga 100 keV
    c. > 100 KeV hingga 2 MeV
    d. 2 MeV hingga 20 MeV
    e. > 20 MeV
4. Proton, selain proton rekoil, dengan energi > 2 MeV
5. Partikel alpha, fragmen fisi, inti berat
1
1

5
10
10
10
20
20
20
1
1

5
10
20
10
5
5
20

Catatan :
i.             semua harga tersebut berlaku baik untuk radiasi externa maupun interna.
ii.            Untuk elektron tidak termasuk elektron Auger yang dipancarkan oleh inti yang terkait pada DNA.
iii.          Harga wR berdasarkan ICRP 60 (1990), harga Q berdasarkan ICRP 26 (1977).

d.       Faktor bobot jaringan dan dosis efektif
Pada kondisi penyinaran terhadap seluruh tubuh, dimana setiap bagian tubuh mendapatkan dosis ekivalen yang sama, ternyata efek yang terjadi tergantung pada organ atau jaringan tubuh. Hal tersebut disebabkan kepekaan setiap organ atau jaringan yang berbeda untuk dosis ekivalen yang sama. Dalam hal ini efek radiasi yang diperhitungkan adalah efek stokastik. Oleh sebab itu diperlukan besaran dosis lain yang disebut dosis ekivalen efektif atau biasanya disingkat menjadi dosis efektif, dengan simbol ET. Sedang tingkat kepekaan organ atau jaringan tubuh terhadap efek stokastik akibat radiasi disebut faktor bobot organ atau jaringan tubuh, dengan simbol wT.
 Jadi :
ET =
wT . HT

(7)
Satuan untuk dosis efektif ET adalah sievert.
Karena HT = wR . DT , maka dapat juga dituliskan :
ET =
wR . wT . DT

(8)
Untuk penyinaran seluruh tubuh, maka dosis efektifnya berupa penjumlahan dosis efektif untuk masing-masing organ atau jaringan. Tabel 2 berikut ini menunjukkan harga faktor bobot untuk berbagai organ atau jaringan tubuh.






Tabel III.2.   Faktor bobot untuk berbagai organ dan jaringan tubuh.

NO.
ORGAN ATAU JARINGAN TUBUH
wT  ( 1977)
wT  ( 1990)
1.
Gonad
0,25
0,20
2.
Sumsum Tulang
0,12
0,12
3.
Colon
-
0,12
4.
Lambung
-
0,12
5.
Paru-paru
0,12
0,12
6.
Ginjal
-
0,05
7.
Payudara
0,15
0,05
8.
Liver
-
0,05
9.
Oesophagus
-
0,05
10.
Kelenjar Gondok (tiroid)
0,03
0,05
11.
Kulit
-
0,01
12.
Permukaan Tulang
0,03
0,01
13.
Organ atau Jaringan Tubuh sisanya
0,30
0,05

e.       Dosis Ekivalen Terikat dan Dosis Efektif Terikat
          Apabila zat radioaktif masuk ke dalam tubuh, maka terdapat suatu selang waktu dimana tubuh menerima akibat penyinaran yang berasal dari sumber tersebut yang besarnya tergantung pada waktu. Integral terhadap waktu dari laju dosis ekivalen, H (t) disebut dosis ekivalen terikat, dimana t adalah waktu integrasi (dalam tahun) terhitung mulai masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh (intake). Jika t tidak diketahui secara khusus, maka diambil harga 50 tahun untuk orang dewasa dan 70 tahun untuk kanak-kanak. Demikian pula hal yang serupa berlaku untuk besaran dosis efektif terikat E (t). 

f.     Dosis Ekivalen Kolektif dan Dosis Efektif Kolektif
Besaran dosimetri ini berlaku untuk kondisi penyinaran yang melibatkan sejumlah besar populasi (penduduk), jadi merupakan perkalian antara dosis perorangan dengan jumlah populasi yang terkena penyinaran. Dalam hal ini perlu diperhitungkan distribusi dosis radiasinya dan distribusi populasi yang terkena penyinaran tersebut. Simbol untuk besaran dosis kolektif  adalah S.

3.     METODA PERHITUNGAN DOSIS

3.1. Besaran dan Satuan Radioaktivitas
Salah satu besaran penting yang langsung berhubungan dengan dosis radiasi adalah radioaktivitas atau biasa disingkat menjadi aktivitas dengan simbol A. Besaran ini menyatakan kekuatan sumber radiasi dalam bentuk zat radioaktif, yang sebenarnya adalah merupakan jumlah peluruhan yang terjadi di dalam intinya per satuan waktu.
Untuk sumber radiasi lainnya, besaran yang diperlukan untuk perhitungan dosisnya dapat beragam, misalnya untuk pesawat sinar-X berupa arus listrik yang melalui katoda. Berikut ini dijelaskan satuan untuk besaran aktivitas A, baik dalam sistem satuan yang lama maupun baru, serta hubungan antara keduanya.

a. Becquerel (Bq)
Satuan internasional (SI unit) untuk radiotivitasf adalah Becquerel dengan simbol Bq. 1 Bq = 1 dps, artinya satu inti radioaktif ditransformasikan dalam 1 (satu) detik.
Hanya ada beberapa radionuklida yang memancarkan gamma secara murni, biasanya satu atau lebih pancaran foton mengikuti pancaran partikel bermuatan atau pada proses bersamaan, maka seluruh proses (pancaran partikel bermuatan dan pancaran foton) diperlakukan sebagai pancaran tunggal.

b. Curie (Ci)
          Sebelum SI, digunakan konsep curie sebagai satuan radioktifvitas. Pada mulanya Curie didefinisikan sebagai laju desintegrasi 1 (satu) gram radiasi dalam keadaan setimbang dengan turunannya.
          Satuan Ci digunakan untuk semua radionuklida dan didefinisikan sebagai aktivitas suatu sumber radiasi yang meluruh menjadi 3,7 x 1010 dps. Jadi :
                   1 Ci = 3,7 x 1010 Bq
Contoh :
Zat radioaktif Co60 dengan aktivitas 37 Gbq atau 1 Ci akan menghasilkan transformasi yang terdiri dari :
                   3,7 x 1010 s-1 radiasi beta dengan energi 0,31 MeV
                   3,7 x 1010 s-1 radiasi gamma dengan energi 1,17 MeV
                   3,7 x 1010 s-1 radiasi gamma dengan energi 1,33 MeV

3.2. Dosimetri Eksterna
          Untuk menentukan besarnya penyinaran suatu sumber radiasi yang terletak di luar suatu medium atau di luar tubuh manusia pada suatu titik di udara diperlukan suatu pengukuran yang dinamakan dosimetri eksterna. Begitu juga untuk menentukan besarnya dosis yang diterima oleh  suatu  medium atau tubuh manusia dari suatu sumber yang terletak di luarnya, digunakan metode yang juga termasuk dosimetri eksterna.
3.2.1. Hubungan Nilai Penyinaran dengan Dosis
          Besar nilai penyinaran dari suatu berkas radiasi berarti kemampuan berkas radiasi tersebut untuk membentuk pasangan ion di udara, dalam volume, tekanan dan temperatur tertentu. Besarnya dosis pada elemen volume ialah besarnya energi rata-rata berkas yang terserap pada elemen volume tersebut. Kedua pengertian ini secara tidak langsung merupakan peristiwa pemindahan berkas radiasi ke lingkungannya, karena itu dapat dikaji korelasi antara kedua besaran tersebut. Bila berkas rediasi sama dan medium yang digunakan sama, maka dengan mudah dapat dijabarkan hubungan antara kedua besaran tersebut di udara. Satuan Roentgen, pada waktu pertama kali (dalam tahun 1928) didefinisikan hanya berlaku untuk sinar-X, tetapi dalam tahun 1937 didefinisikan kembali dan tidak hanya berlaku untuk sinar-X, tetapi juga berlaku untuk sinar gamma (g) dengan pengertian sebagai berikut :  
"Satu roentgen adalah kuantitas radiasi sinar-X atau gamma yang menghasilkan satu e.s.u. ion positif atau negatif di dalam satu cm3 udara normal (NTP)".
Dari definisi satu roentgen dengan mudah dapat dijabarkan energi sinar-X atau gamma yang terserap di dalam satu gram udara sebagai berikut :  1 R = 1 esu / cm3 udara (NTP)
Oleh karena 1 ion bermuatan 4,8 x 10-10 esu, dan massa 1 cm3 udara standar adalah 0,001293 g, maka nilai penyinaran sebesar 1 R sesuai dengan penyerapan energi sebesar 87,7 erg oleh 1 gram udara atau 87,7 erg / gram. Oleh karena :
          1 rad                               = 100 erg / gram udara
          1 erg / gram udara            = 0,01 rad
          atau 1 R                           = 0,877 rad
Bila medium yang digunakan bukan udara maka hubungan antara kedua besaran tersebut adalah :      D            =  f X                                                                   (9)
X        = laju penyinaran
D       = laju dosis
f         = faktor konversi dari nilai penyinaran ke dosis
                    m
                   ------
                      r      m
f = 0.877 
           m
                  ------
                     r      u
    m
  ------          = koefisien serapan massa medium
    r     m

    m
  ------          = koefisien serapan massa medium udara
    r        u

Tabel III.3.   Faktor Konversi dari nilai penyinaran ke dosis

Energi Foton
Nilai f dalam rad / R
(MeV)
Air
Otot
Tulang Keras
0,010
0,020
0,040
0,060
0,080
0,10
0,50
1,0
2,0
3,0
0,019
0,879
0,879
0,905
0,932
0,949
0,965
0,965
0,965
0,962
0,925
0,917
0,920
0,929
0,940
0,949
0,957
0,957
0,955
0,955
3,55
4,23
4,14
2,91
1,91
1,46
0,925
0,919
0,912
0,929

3.2.2. Perhitungan Nilai Penyinaran dan Dosis
          Persyaratan utama dalam proteksi radiasi apabila seseorang akan bekerja di dalam medan radiasi maka ia harus telah mengetahui laju penyinaran radiasi agar ia dapat bekerja dengan aman. Untuk sumber radiasi tertentu, laju penyinaran untuk aktivitas 1 Ci pada jarak 1 m telah diketahui dan disajikan pada tabel III.4 berikut ini.








Tabel III.4.   Laju Penyinaran Sinar - g untuk bermacam-macam isotop dengan aktivitas 1 Ci pada jarak 1 m.

Isotop
Waktu Paruh
Energi Sinar - g
( MeV )
Laju Penyinaran pada jarak 1 m
( R / Jam )


22Na
2,6 tahun
2,3
1,32


24Na
15 jam
1,38 ; 2,76
1,89


42K
12,4 jam
1,5
0,15


51Cr
27 hari
0,32
0,02


52Mn
5,7 hari
0,73 ; 1,46
1,93


192Ir
74 hari
0,13 – 0,61
0,50


60Co
5,3 tahun
1,17 ; 1,33
1,30


137Cs
30 tahun
0,66
0,33


Ra(B+C)

(utama 0.41)
filter 0,5 mm Pt.
Catatan :
(f=1, Q=1)
         
Nilai laju penyinaran jarak 1 m dari sumber dengan aktivitas 1 Ci sebagaimana tercantum dalam tabel III.4, dinamakan “konstanta gamma” G, yang kadang-kadang disebut juga sebagai “faktor K”.
          Untuk suatu sumber radiasi dengan energi E MeV, nilai konstanta gamma dapat ditentukan sebagai berikut :
Energi radiasi yang dipancarkan oleh titik sumber radiasi energi tunggal dengan aktivitas 37 GBq atau 1 Ci adalah :

          3,7 x 1010 x E MeV per detik ( 1 MeV = 1,6 x 10-6 erg )
     
     3,7 x 1010 x 1,6 x 10-6 x3600                          m
       G =                                                             x  E x                 x  E x  (R/jam) pada jarak 1 m
                   4p x 1002  x 87,7                                               r  
                                m
    =   19,338  x                   x E (R/jam)                                                         (11)
                                 r    
Untuk sumber radiasi yang memancarkan beberapa macam radiasi dengan energi yang berbeda-beda, nilai konstanta radiasi gamma adalah :
                         m                          m                                 m
G = 19,338  f1            x E1 + f2             x E2 +  …… fn              x En                             (12)
                       r    1                       r      2                            r    n                 

fn = Presentase radiasi gamma ke n terhadap jumlah seluruh radiasi yang dipancarkan.

Persamaan terdahulu dapat lebih disederhanakan lagi.  Untuk energi kuantum dari 60 ke
 V – 2 MeV, koefisien serapan liniernya ( m ) bervariasi kecil sekali terhadap energi yaitu nilainya sekitar            : m = 3,5 x 10-5 cm-1
sedang                     r = 1,293 x 10-3 g/cm3
 sehingga :
             I n
          G = 0,53 S fiEi ( R / jam ) pada jarak 1 m untuk 37 GBq atau 1 Ci
                      I 1


                           i-n
           0,59 = S  fiEi ( rad / jam )                                                          (13)
                     I 1

3.2.3. Laju Dosis
a)    Laju dosis dalam rad per satuan waktu pada suatu titik dengan jarak (dm ) dari sumber yang aktivitasnya qCi dapat dihitung dengan cara mengukur / menghitung laju nilai penyinaran.

              q

Xd =  G              ( R / jam )                                                            (14)
                  d2     

      Kemudian laju nilai penyinaran ini dikalikan faktor konversi f, maka diperoleh :
          Dd = fXd rad / jam, dan bila dikalikan dengan faktor kualitas Q, maka diperoleh
          Hd = DdQ rem / jam
          Xd = laju dosis serap
          Hd = laju dosis ekivalen
b)   Perhitungan laju dosis dapat dilakukan dengan rumus pendekatan :

        ME

H =             mSv / jam ; dimana M adalah aktivitas dalam MBq                 (15)
             6d2
      E = Energi dalam MeV per peluruhan dan d jarak dalam m.

c)    Sumber Radiasi Gamma dan Beta berdimensi besar
      Kecepatan dosis pada permukaan sumber dalam bentuk batang padat berdimensi   besar :
      D = 1,07 SE rad / jam
      S = aktivitas jenis sumber dalam  mCi/g
      E = energi rata-rata dalam MeV per disintegrasi
Dalam hal sinar beta, E adalah energi beta rata-rata, yaitu sepertiga dari energi maksimum spektrum beta.

Contoh :
a)    Sumber radiasi 5 Ci Cs137 akan digunakan dalam industri. Perlu diketahui laju penyinaran pada jarak 10 m dari sumber agar selanjutnya dapat diperhitungkan besar dosis serap dan dosis ekuivalennya. Dari tabel data dilihat :
T untuk Cs-137 = 0,33
X10m =
0,33 x 5
102
T untuk Cs – 137 : 0,33

X   = 033 x 5  = 0,0165 R/jam = 16,5 mR/jam


Faktor konversi f berdasarkan pertimbangan praktis proteksi radiasi dianggap mendekati satu ( f @ 1 ).
D10m = 1 x 16,5 mR/jam = 16,5 mrem/jam
H10m = D10mQ = 16,5 x 1 = 16,5 mrem/jam

b)   Hitung laju dosis ekuivalen pada jarak 2 m dari 240 Mbq Co-60.
Energi Gamma Co60 : 1,17 MeV dan 1,33 MeV per peluruhan.
        me
H = ------   mSv / jam
        6d2
       240 ( 1,17 + 1,33 )
   =                           ( mSv / jam )
              6 x 22

          = 25 mSv / jam
c)    Perhitungan laju dosis beta pada permukaan sumber radiasi berbentuk batang.
Laju dosis = 1,07 SE rad/jam
Diketahui S        = 0,32 mCi/g, Emaks = (2,32 MeV) / peluruhan

Laju dosis = 1,07 x 0,32 x (2,32/3) rad / jam

                        = 0,27 rad / jam